Kamis, 29 November 2012

SEKEPING CINTA UNTUK IBU


Malam itu saya bersama si pandir sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi panas di sebuah café yang terletak di daerah perbukitan sambil menikmati indahnya pemandangan dan suasana alam di malam itu. Tiba-tiba tanpa sengaja kami bertemu sepasang suami isteri yang tampak sangat familiar, yah itu ternyata adalah salah seorang kawan lama, dia adalah bani beserta istrinya, senior kami di sebuah organisasi, sudah hitungan tahun kami tidak bertemu.

Kamipun saling menyapa gembira,cukup terharu bisa bertemu secara tak sengaja di tempat itu, lalu kamipun asyik mahsyuk tenggelam dalam perbincangan hangat penuh kerinduan, ternyata kawanku Bani sekarang menjadi seorang relawan di sebuah organisasi kemanusiaan Internasional, dia memiliki jabatan cukup tinggi, dia bercerita berbagai pengalamannya dalam aksi-aksi kemanusiaan, dia bilang sungguh menyenangkan bisa membantu dan membahagiakan banyak orang di berbagai belahan dunia. saya lalu bercanda pada istrinya, wah mbak nggak takut tuh ditinggal-tinggal pergi mas bani, nggak takut mas nya  kepincut cewek-cewek luar?!

Kucandai seperti itu istrinya lalu melirik sambil tersenyum mesra pada suaminya, lalu menggelayutkan diri pada tangan suaminya, saya percaya sekali sama mas bani, dan sudah 15 tahun pernikahan kami, mas bani tetap menjadi seorang pria luar biasa yang selalu mesra dan bisa selalu membahagiakan saya, mendengar ucapan istrinya bani tertawa, lalu dia bilang, setiap ada waktu luang saya selalu mengajak istriku berbulan madu, sedikitnya sekali dalam sebulan, dan kegiatan ini sudah rutin saya lakukan selama 15 tahun masa pernikahan kami, yah tentunya bagaimanapun kebahagiaan keluarga saya adalah nomor satu, bagaimana mungkin saya bergelut menghabiskan hidup saya untuk membahagiakan banyak orang tetapi anak isteri saya tidak mampu saya bahagiakan.

Wah jujur saat itu saya merasa sangat kagum dengan sosok seniorku itu, dia hidup menjadi pahlawan bagi banyak orang dan bagi keluarganya, ditengah saya sedang sibuk mengagumi sosok mas bani ini, kawanku pandir nyeletuk, gimana dengan ibumu mas apa kabar? Terakhir di telpon keadaan nya baik shob, jawab bani, kapan terakhir ketemu Ibu? Tanya pandir lagi, lebaran kemarin shob. Wah lama juga yah mas, sering telpon ibu? Yah lumayan, minimal sebulan sekali saya sempatkan sekalian saya mengirim uang untuk ibu, yah berbagi sedikit kebahagiaan juga dengan ibu shob, jawab bani. Pandir melanjutkan pertanyaannya, yakin mas ibu sudah cukup bahagia dengan kiriman uang dari sampean itu? Selama menikah sudah berapa kali sampean ngajak ibu sampean makan bersama seperti sampean ngajak makan diluar istri sampean?

Mendapat berondongan pertanyaan dari si pandir raut muka mas bani mulai berubah memucat, dengan suara yang berubah menjadi berat mas bani menjawab, astaghfirullaah, terimakasih shob ente udah ngingetin saya, selama 15 tahun setelah saya menikah belum pernah sekalipun saya mengajak ibu saya untuk menikmati makan bersama di luar,saya hanya berfikir saya sudah merasa berbakti dengan mengiriminya uang setiap bulan, tanpa saya pernah bertanya bagaimana ibuku ingin kubahagiakan. Lalu istrinya tersenyum dan berkata mas minggu depan kan kamu libur, coba sekarang telpon ibu dan bilang sama ibu minggu depan kamu bakal ngajak ibu jalan-jalan.

Saat itu juga mas bani menelpon ibunya, sengaja suaranya dia keluarkan lewat loudspeaker biar kami semua mendengarnya, Ibunya mas bani seorang janda,beliau ditinggal mati suaminya saat mas bani duduk di bangku SD,yang akhirnya terpaksa ibunya harus menjadi single parent yang berperan sebagai ibu sekaligus ayah bagi mas Bani anak semata wayangnya, tiba-tiba terdengar suara tua ibu mas bani mengangkat telpon, lalu ibunya dan mas bani saling bertanya kabar, kemudian mas bani berkata pada ibunya, bu minggu depan bani libur 3 hari, rencananya bani mau ngajak ibu jalan-jalan ke bandung, bani pengen ngajak ibu mengunjungi tempat-tempat yang dulu suka ibu certain sebagai tempat penuh kenangan antara ibu dan ayah, sekalian bani ajak ibu makan di restoran favorit ibu dimana ibu suka ngajak bani makan disitu kalau pas lagi liburan? Gimana bu,kalau ibu bersedia jum’at sore bani jemput? Tanya bani pada ibunya.

Nampaknya ibunya merasa heran, dia malah balik bertanya, anakku apakah terjadi sesuatu padamu? Tidak bu tidak terjadi apa-apa sama Bani,berulang kali ibunya bertanya seperti itu dan dijawab dengan jawaban yang sama oleh mas bani, setelah yakin akhirnya ibunya mendesah dan bilang syukurlah kalau memang gak terjadi apa-apa sama kamu anakku, beneran nih ibu jalan-jalan sama kamu? iya bu, ibu jalan-jalan sama bani, terus menantu sama cucu ibu diajak juga kan? Iya diajak, tapi nanti istri sama anak bani Cuma bisa nemenin ibu sehari pas hari minggu saja,mereka menyusul nanti,soalnya anak bani kan sekolah bu, yah dengan sangat senang hati ibu mau ban, sudah 15 tahun yah sejak kamu menikah kita belum pernah pergi sama-sama lagi? Iya bu, kalau gitu sampai ketemu hari jum’at yah bu,dan mas banipun mengakhiri telponnya.
Yah itulah cerita saat bersama temanku pandir bertemu dengan mas bani, tiba-tiba seminggu yang lalu kami mendapat kabar kalau ibunya mas Bani meninggal dunia, saya bersama pandir akhirnya memutuskan untuk datang bersama-sama menemui senior kami itu di acara tahlilan 7 hari ibunya mas bani, kami melihat kesedihan yang begitu mendalam di wajah mas bani masih begitu Nampak dengan sangat jelas, saat melihat kedatangan kami, mas bani langsung memeluk kami dan tangisnyapun pecah tak tertahankan.

Setelah selesai acara tahlilan mas bani mengajak kami berbincang di halaman belakang rumahnya, sudah tersedia 3 cangkir kopi dan cemilan, dengan tatapan mata nanar ke langit, mas bani mulai bercerita, tempo hari setelah pertemuan kita di café itu, hari jum’at pekan depannya saya menepati janji saya mengajak ibu jalan-jalan, saat saya menjemputnya, ibu tampak sudah sangat siap dan wajahnya begitu gembira, raut kebahagiaan itu begitu tampak jelas diwajahnya, yang baru kusadari kalau dia ternyata sudah semakin tua, saat melihat mobilku datang,ibu langsung sedikit berlari menghambur keluar menyambutku, saat saya turun dari mobil ibu langsung memeluk dan menciumiku, saat kutanya apa ibu sudah siap? Ibuku menjawab wah ibu sih sudah siap sejak siang tadi, dan semua persiapan sudah ibu lakukan sesaat setelah kamu telpon ibu minggu lalu, dan tau tidak ban, tak ada satu pun tetangga di Blok ini yang tak ibu kabari,mereka iri loh sama ibu, karena punya anak sebaik kamu, dan mereka tiba-tiba banyak yang merengek meminta diajak jalan sama anak-anaknya.

Jujur saat itu muncul perasaan sangat berdosa dihati saya, ternyata sudah begitu lama saya membiarkan ibu dalam kesendirian, nampaknya ibu sangat merindukan saat-saat seperti waktu itu, dan saat yang dinantikannya pun akhirnya datang juga, saat itu kami benar-benar menikmati kebersamaan kami, saya benar-benar melihat ibu yang begitu bahagia, bahkan saat dalam perjalanan menuju bandung kami sempat mampir ke sebuah restaurant,dan kalian tau saat itu ibuku tidak memesan makanan, dia sibuk memandangiku dengan tatapan bahagia, dia bilang selera makan ibu sudah hilang karena ibu terlalu bahagia,gak percaya kalau ibu sekarang lagi bareng sama kamu. Saya pun saat itu menjanjikan pada ibu kalau saya akan mengajak ibu jalan-jalan seperti ini lagi, mendengar janji saya itu ibuku tersenyum bahagia penuh harap. Namun karena terlalu larut dengan kesibukan saya, ternyata sayapun melupakan janji saya sama ibu dan kembali membiarkan ibu berlama-lama dalam kesendirian hingga akhirnya bagai disambar petir saat tiba-tiba saya mendapat telpon dari pembantu setia ibu kalau ibu meninggal saat sedang sujud waktu sholat shubuh.
Tanpa disadari air matapun kembali mengalir dari mata mas bani, setelah menyeka air matanya dan menarik napas panjang, mas bani melanjutkan ceritanya, dan kalian tau, 2 hari setelah kematian ibu, datang seseorang pegawai dari sebuah biro wisata, dia bilang kalau 3 hari lalu berarti sehari sebelum ibuku meninggal beliau datang memesan paket wisata ke Bandung 3 hari untukku dan istriku, dan dia pun menitipkan surat kepadaku, kemudian mas bani menyerahkan surat dari ibunya itu kepadaku untuk kubaca, saya pun membacanya dengan bersuara.

“Bani anakku, sungguh ibu bahagia sekali saat kamu mengajak ibu jalan-jalan tahun lalu, tiada kebahagiaan yang terbaik buat ibu kecuali ibu bisa menikmati hari-hari bergembira bersama kamu, juga bersama istri dan anakmu, anak ku, tahukah kamu, ibu sangat bangga terhadap kamu, tidak sia-sia ibu membesarkan kamu, ternyata kamu bisa menjadi orang yang bemanfaat buat banyak orang, setiap sehabis kamu telpon dan kamu cerita petualangan kamu keliling dunia membantu banyak orang, ibu selalu menceritakan kembali cerita itu dengan bangga kepada para tetangga dan ibu-ibu pengajian, dan tau kah kamu mereka begitu senang mendengarnya dan begitu iri sama ibu,apalagi saat kamu mengajak ibu berlibur,itulah hari yang paling membahagiakan buat ibu.

Ibu senang kamu mengirimi uang tiap bulan pada ibu, itu menunjukkan betapa kamu adalah anak yang tau balas budi dan berbakti pada ibumu, tapi bukan lah materi yang ibu inginkan, ibu hanya ingin melihatmu bahagia, makanya kenapa ibu tak pernah mau sengaja menghubungimu terlebih dahulu serindu apapun ibu kepadamu,karena ibu takut mengganggumu,dan saat kamu menghubungi ibu itulah saat yang paling ibu tunggu walaupun hanya sebulan sekali,melihat kamu bahagia dan bisa menceritakan dirimu dengan sedikit kebanggaan itu sudah sangat cukup buat ibu.

Uang setiap bulan kamu kirimkan tidak sepeserpun ibu gunakan,karena uang pensiun ibu pun masih cukup untuk menghidupi ibu, uang itu sengaja ibu kumpulkan dan ibu belikan sawah serta ibu buatkan rumah penggilingan padi, bukan apa-apa bila suatu saat nanti kamu sudah tidak bisa lagi meneruskan pekerjaanmu yang sekarang kamu tidak menganggur dan tidak kekurangan biaya untuk istri dan anak-anakmu, sekarang sawah dan rumah penggilingan padi itu di urus sama anak nya mbok iyem pembantu setia kita.

Anakku, ibu menunggu-nunggu saat kamu mengajak ibu kembali jalan-jalan dan berlibur bersama seperti yang kamu janjikan, namun ibu sungguh tau kalau ibu tak akan pernah mendapatkan kesempatan itu lagi karena ibu tau kalau basok Allah akan menjemput ibu. Dan saat kamu bilang saat itu ingin mengajak ibu  berlibur lagi, ibu sudah berjanji pada diri ibu sendiri kalau nanti biar ibu yang menanggung biayanya, biar ibu merasakan lagi walaupun hanya sekali ibu memberi nafkah dan masih bisa berguna untuk anakku, maka dari itu ibu belikan paket liburan ini untukmu bersama istrimu sebagai pengganti ibu.

Semoga Allah selalu menjaga dirimu dan keluargamu, serta selalu melimpahkan kasih sayang –Nya untukmu dan keluargamu.”

Saya sungguh tak kuasa menahan air mata jatuh mengalir basahi wajah ini, bahkan si pandir orang yang super slengean itu pun menangis sesegukan. Saya sadar selama ini saya salah besar, berpikir bahwa orang tua saya membutuhkan balas budi, dan saya selalu berpikir ingin membahagiakan mereka dengan materi untuk membayar atas semua biaya yang telah mereka keluarkan buat saya, padahal sampai kapanpun saya tak akan pernah mampu membalasnya. Dan saya akhirnya sadar bila ternyata bukan materi yang orang tua butuhkan, tetapi melihat anaknya bahagia, mungkin hanya sedikit berharap suatu saat bisa membanggakan anaknya pada saudara, tetangga dan teman-temannya.
Saya teringat sebuah sya’ir tentang ibu berikut ini :

BALAS BUDI UNTUK IBU

Ketika usiamu 1 tahun, ia menyuapi dan memandikanmu
Kau membalasnya dengan menangis sepanjang malam

Ketika usiamu 2 tahun, ia mengajarimu melangahkan kaki
Kau membalasnya dengan lari menjauh kala dia memanggilmu

Ketika usiamu 3 tahun, ia menyiapkan sarapanmu dengan segala cinta kasih
Kau membaasnya dengan membanting piring di lantai

Ketika usiamu 4 tahun, ia memberimu seperangkat krayon
Kau membalasnya dengan mencorat-coret meja makan

Ketika usiamu 5 tahun, ia mengenakanmu pakaian untuk berlibur
Kau membalasnya dengan bermain-main di onggokan lumpur

Ketika usiamu 6 tahun, ia mengantarkanmu ke sekolah
Kau membalasnya dengan berteriak : “AKU NGGAK MAU SEKOLAH!”

Ketika usiamu 7 tahun, ia menghadiahimu bola sepak
Kau membalasnya dengan melemparkannya ke jendela tetangga sebelah

Ketika usiamu 8 tahun, ia memberimu es krim
Kau membalasnya dengan menciprat-cipratkannya di sekujur badanmu

Ketika usiamu 9 tahun, ia memanggilkanmu guru les piano
Kau membalasnya dengan bermalas-malasan untuk berlatih

Ketika usiamu 10 tahun, ia mengantarmu sepanjang hari, Dari main bola hingga senam, dari satu pesta ulang tahun ke pesta ulang tahun lainnya
Kau membalasnya dengan melompat dari mobil dengan secepat kilat tanpa menengok lagi

Ketika usiamu 11 tahun, ia membawamu dan teman-temanmu nonton film
Kau membalasnya dengan memintanya duduk di barisan lain

Ketika usiamu 12 tahun, ia menegurmu untuk tidak menonton acara TV tertentu
Kau membalasnya dengan menunggunya hingga ia bepergian

Ketika usiamu 13 tahun, ia memintamu memotong rambut baru
Kau membalasnya dengan mengatakan bahwa ia tiadak punya selera

Ketika usiamu 14 tahun, ia membayarkanmu ongkos untuk 1 bulan berlibur
Kau membalasnya dengan tak sekalipun mengiriminya kabar

Ketika usiamu 15 tahun, ia pulang bekerja, dan mengharap mendapatkan pelukanmu
Kau membalasnya dengan mengunci kamar tidurmu
Ketika usiamu 16 tahun, ia mengajarimu mengendarai mobil
Kau membalasnya dengan mencuri-curi tiap kesempatan

Ketika usiamu 17 tahun, ia mengharapkan telepon penting
Kau membalasnya dengan menggunakan telepon sepanjang malam

Ketika usiamu 18 tahun, ia menangis di hari kelulusan sekolahmu
Kau membalasnya dengan pergi berpesta sampai pagi

Ketika usiamu 19 tahun, ia membayarkan uang SPP perguruan tinggimu, dan mengantarmu membawakan tas ke kampus.
Kau membalasnya dengan mengucapkan selamat tinggal di pintu gerbang asrama agar tidak merasa malu pada teman-teman

Ketika usiamu 20 tahun, ia bertanya apakah kamu telah menaksir seseorang
Kau membalasnya dengan mengatakan “itu bukan urusanmu.”

Ketika usiamu 21 tahun, ia mengusulkan satu pekerjaan untuk karir masa depanmu.
Kau membalasnya dengan mengatakan “aku tak ingin seperti kamu.”

Ketika usiamu 22 tahun, ia memelukmu di hariwisudamu
Kau membalasnya dengan meminta ditraktir liburan ke Eropa

Ketika usiamu 23 tahun, ia menghadiahimu furnitur untuk apartemen pertamamu
Kau membalasnya dengan menyebut furnitur itu kepada teman-temanmu sebagai barang rongsokan

Ketika usiamu 24 tahun, ia menjumpai tunanganmu dan menanyakan rencana masa depanmu
Kau membalasnya dengan mengatakan “Uuuuhhh, Ibuuu...!”

Ketika usiamu 25 tahun, ia membantu membiayai pesta perkawinanmu, dan ia menangis haru, dan ia mengatakan betapa ia mencintaimu.
Kau membalasnya dengan pindah kota menjauhinya

Ketika usiamu 30 tahun, ia menelpon dan memberimu nasihat tentang bayimu.
Kau membalasnya dengan mengguruinya “Semua kini sudah berbeda.”

Ketika usiamu 40 tahun, ia menelpon dan mengingatkan hari ulang tahun familimu
Kau membalasnya dengan mengatakan “Ahhh, betapa sibuknya aku sekarang”

Ketika usiamu 50 tahun, ia sakit-sakitan dan membutuhkanmu untuk menjagainya
Kau membalasnya dengan membacakan kisah betapa merepotkannya orang tua bagi anak-anaknya

Sampai suatu hari ia pergi untuk selamanya. Dan segala yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya, bagai halilintar menyambar JANTUNGMU.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)

“Duhai tuhan ampunilah segala dosa ibu dan bapak ku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku dari sejak aku kecil, dan jadikanlah aku seorang anak yang berbakti dan tau berterimakasih”
Pertapaan Aster 81
Jum’at Dini Hari
30 November 2012

7 komentar:

  1. jadi terharu... aku masih belum bisa mmbahagiakan mereka,,,

    BalasHapus
  2. salah seorang mahasiswi saya ikut sesi happiness therapy,dan dia akhirnya mampu membuat ayah ibunya yang selama ini terkesan sangat dingin akhirnya menangis terharu hanya dengan dikirimi surat ucapan selamat ulang tahun melalui pos,dan ditambah dengan rangkaian kalimat terimakasih atas jasa dan pengorbanan mereka.
    satu lagi ada mahasiswi saya yang mampu merubah sikap ibunya 180 derajat hanya dengan dia khususkan hari minggu untuk menemani ibunya saja.
    Bahagiakanlah orang tua kita dengan cara yang sederhana dan mudah kita lakukan. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. terharu..:'(

      selama ini belom bisa membalas :(

      Hapus
  3. Cerita yang bagus kawan.. Semoga semua yang membaca ini bisa menjadi pribadi yang lebih baik, terutama untuk orang tua mereka.

    BalasHapus
  4. subhanalloh kang doni, semoga cerita ini bisa jadi sebagai lampu peringatan kita....aminnn

    BalasHapus
  5. alhamdulillah beruntung sekali saya bisa membaca kisah ini untuk segera mengingatkanku pada setiap langkahku dan ucapanku, semoga kita semua termasuk orang2 yang selalu mencintai alloh, orangtua dan keluarga kita. aminnn terimakasih kang doni

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus