Rabu, 17 Agustus 2011

HARGA SEBUAH KEBAHAGIAAN




HARGA SEBUAH KEBAHAGIAAN

Sambil menikmati segelas capucino dan sepotong sandwich di tempat makan di sebuah mini market yang terletak di kawasan Stasiun Gambir, saya perhatikan wajah dan perilaku orang-orang yang ada disitu dan orang-orang yang sedang berlalu-lalang, Saya yakin sekali mereka semua adalah para pemburu kebahagiaan, walaupun tidak sedikit saya lihat wajah-wajah yang terlihat jelas guratan ketidak bahagiaan dalam kehidupannya. Fikiran saya menerawang pada kejadian semalam, dimana saya berbincang dengan seorang relasi saya, saat itu relasi saya menceritakan pengalaman masa lalunya sewaktu dia susah dulu, dan perjuangan hidupnya hingga dia bisa meraih keadaan seperti sekarang, pengalaman hidupnya itu telah membawa nya pada sebuah pemikiran bahwa agama itu hanyalah penghalang kesuksesan, membuat manusia jadi irasional dan membuat manusia itu menjadi manusia-manusia memecah-mecah diri nya dengan yang lain dan saling menghujat antar kubu yang berlainan faham agama. Saya hanya mendengarnya saja saat itu, karena memang saat itu bukan saat yang tepat buat saya memberikan pandangan saya akan pemikirannya itu.

Saya jadi teringat sebuah cerita yang mengisahkan tentang 2 orang tukang sol sepatu, cerita yang sangat inspiratif dan mampu menyentuh dimensi kesadaran saya tentang agama dan kehidupan, kira-kira begini ceritanya :

Bang Samad, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang biasa disebut tukang sol. Setiap pagi buta sebelum cahaya fajar menyingsing dia sudah keluar dari rumah meninggalkan anak

dan istrinya seraya berharap, nanti sore hari Bang Samad membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Bang Samad terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perutnya mulai terasa lapar dan tubuhnya mulai merasa lemas. Cuma air teh yang dia bawa dari rumah buat mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya gak cukup. Cuman berharap dapat order banyak biar bisa bawa uang ke rumah. Perutnya sendiri nggak dia hiraukan.

Di tengah keputus asaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat duit banyak nich.” pikir Bang Samad. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk buat sekedar ngobrol.

“Gimana dengan hasil hari ini bang? Kayaknya laris nich?” kata Bang Samad memulai percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa orang benerin sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Imran.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata Bang Samad memelas.
“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”

“Mau disyukuri gimana, buat beli beras juga beli beras aja nggak cukup.” kata Bang Samad sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur, nikmat kita bakal ditambah.” kata bang Imran sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya Bang Samad, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.
“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Imran sambil mengangkat pikulannya.

Bang Samad sedikit kikuk, karena dia nyaris gak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon sama Allah biar kita dikasih rezeki yang barakah.”

Akhirnya, Bang Samad mengikuti bang Imran menuju sebuah masjid terdekat. Bang Imran begitu hapal tata letak masjid, kayaknya emang udah sering ke masjid itu.

Setelah shalat, bang Imran ngajak Bang Samad ke warung nasi buat makan siang. Tentu saja Bang Samad bingung, sebab dia gak punya duit. Bang Imran ngerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya Bang Samad ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, Bang Samad berkata,

“Saya gak enak nich. Nanti uang buat dapur abang berkurang gara-gara traktir saya.”

“Tenang saja, Allah pasti menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Imran tetap tersenyum.
“Abang yakin?”

“Insya Allah.” jawab bang Imran meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau sedekah sama orang lain.” kata Bang Samad penuh harap.

“Insya Allah. Allah pasti nolong kita.” Kata bang Imran sambil salaman dan ngucapin salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka ketemu lagi di tempat yang sama. Bang Imran mendahului menyapa.

“Apa kabar Bang Samad?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah ngikutin tuh saran Abang, tapi kenapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, saya belum dapet satu pun pekerjaan.” kata Bang Samad setengah menyalahkan.

Bang Imran cuma tersenyum. Kemudian berkata,

“Masih ada hal yang perlu Bang Samad lakukan buat dapetin rezeki yang barakah.”

“Oh ya, apa itu?” tanya Bang Samad penasaran.

“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Imran sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Bang Samad yang beberapa hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum dapet order sama sekali. Apa saran abang nggak cocok buat saya?”

“Bukan nggak cocok. Mungkin keyakinan Bang Samad belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana Bang Samad yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Imran sambil tetap tersenyum.

Bang Samad cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia cuma “coba-coba” jalanin apa sarannya bang Imran.

“Gimana supaya yakin bang?” kata Bang Samad sedikit pelan hampir tak terdengar.

Rupanya, bang Imran sudah bisa menebak, kemana arah pembicaraannya.

“Saya mau nanya, apa kita janjian buat ketemu disini hari ini?” tanya bang Imran.

“Tidak.”

“Tapi nyatanya kita ketemu, bahkan 3 hari berturut-turut. Bang Samad dapet rezeki bisa makan sama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Imran. Bang Samad terlihat berpikir dalam. Bang Imran melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, cuma saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Bang Samad manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya emang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih bang.” kata Bang Samad, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.

                                                                                        **********

Banyak sekali orang mencari harta yang ada di luar dirinya, seperti ketinggian tahta dan kekayaan material,yang untuk mendapatkannya harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, yaitu banyak penderitaan dan perjuangan yg berat... itu bukanlah hal yang salah, Namun kebanyakan kita tidak menyadari bahwa sesungguhnya di dalam diri terdapat banyak sekali harta dan ketinggian2 yang luar biasa mengagumkan yang mampu mengantarkan kita pada kesuksesan hakiki yaitu kebahagiaan lahir bathin... yang mampu membuat kita sukses tidak hanya ketika sampai ditempat tujuan tetapi juga sukses ketika dalam perjalanan menuju sukses...dan harga nya pun hanyalah kepingan permata Cinta,Ikhlash dan kepasrahan...
Suatu hari Seorang Mahasiswi bertanya apa inti agama menurut saya, saya cuma bisa menjawab :

Ayat yang pertama kali diturunkan menyuruh kita untuk mau selalu membaca semua fenomena dan pengalaman, mau selalu belajar... agar kita menjadi manusia yg cerdas... karena agama itu sesungguhnya mengajak manusia untuk mau memaksimalkan fungsi akal nya...

Agama mengajarkan tentang ikhlash, shabar dan berserah diri agar kita menjadi manusia yang tangguh, rendah hati & tidak lupa diri, Agama menyuruh kita untuk bekerja keras agar kita menjadi seorang yang berdedikasi, Agama mengajarkan kita tentang etika agar kita menjadi orang yang menghargai dan dihargai, Agama mengajarkan kita tentang syukur agar kita menjadi manusia yang selalu bahagia...

Agama menyuruh kita beribadah agar jiwa kita selalu tenang sehingga akal bisa bfungsi maksimal, agama menyeru kita puasa agar kita menjadi manusia yang mampu menjadi raja yang memegang kendali atas diri kita, agama mengajarkan kita sedekah, zakat dan berbuat baik agar kita menjadi manusia yang peka dan bermanfaat... intinya agama mengarahkan manusia untuk menjadi manusia yang sempurna hidup dengan penuh kebahagiaan. Jadi untuk kepentingan siapakah agama itu?

Jawabannya tentu saja agama itu diciptakan untuk kita, agar kita bisa menjadi manusia sempurna tanpa cela dan dipenuhi sifat mulia, manusia yang memiliki kekuatan hati yang luar biasa sehingga mampu menjalani kehidupan ini dengan hati yang lapang dan penuh bahagia tanpa sedikitpun pernah merasa menderita, menjadi manusia yang memiliki jiwa yang tenang, yang penuh dengan kedamaian dan menjalani hidup ini dengan penuh kedamaian, serta mampu memaksimalkan potensi diri dan lingkungannya, dan manusia-yang penuh cinta dan kasih sayang, sehingga terciptalah kehidupan yang indah, penuh dengan penghargaan, penuh dengan kedamaian,harmonis dan penuh dengan kasih sayang.

Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang sempurna tanpa cela, penuh dengan kemuliaan dan hidup dalam limpahan kebahagiaan serta mampu membahagiakan orang lain.

Salam - donie Pangestu
Pondok kalbu, Juni 2011

TENTANG WAKTU


Suatu malam kawan dekat sy seorang gadis manis yang ceriwis dan lumayan narsis bertanya pada sy via sms "kang dirimu tuh sibuk sekali ya, gak capek apa" pertanyaan itu muncul karena mungkin dia memperhatikan kegiatan sy beberapa minggu terakhir nyaris gak ada libur full dari pagi sampe malem, lalu sy jawab capek fisik sih jelas ada, tp entah kenapa saya sangat menikmati rasa lelah dan semua kesibukan ini...
Besok malamnya saat kembali berkomunikasi via sms ternyata hari itu kita baru sama-sama pulang kerumah malam hari, dan sama-sama dari bangun tidur sampe malem hari pulang kerumah kita sama-sama gak berhenti melakukan berbagai aktifitas pekerjaan, bahkan sampe rumah pun kita sama-sama gak bisa istirahat soalnya masih harus beresin beberapa PR yang harus diselesaikan malam itu juga sampe kita sama-sama harus bergadang, kembali pertanyaan yang sama kebali muncul, apa sy gak capek, soalnya dia ngerasa lelah banget hari itu meskipun cukup menikmatinya.
Lalu entah dari mana datengnya pikiran saya itu tiba-tiba saya menemukan jawabannya kenapa saya bisa menikmati kesibukan dan rasa lelah ini...sy jawab Alhamdulillaah waktu kita seharian ini padet banget, berarti gak banyak waktu dalam hidup kita sia-sia, karena sebagian besar waktu kita produktif terpakai untuk sesuatu yang positif yang suatu saat pasti kita atau keturuan kita akan menikmati hasilnya. Bayangkan bila hidup kita ini hanya diisi dengan kegiatan bersenang-senang dan hura-hura, artinya waktu itu tidak kita gunakan untuk hal2 yang produktif kecuali kesenangan nafsu belaka.

Ibarat kata,klo orang bisnis semakin banyak barang jualan yang laku berarti semakin untung kita begitu juga sebaliknya, semakin banyak barang yang gak laku berarti rugi kita modal kita gak balik bahkan barangnya bisa jadi rusak... begitupun dengan waktu semakin produktif waktu kita berarti semakin beruntung hidup kita dan sebaliknya...karena sebenernya usia hidup kita itu dihitung dari saat kita terbangun dan nilai usia kita di hitung dari sebarapa banyak waktu bangun kita yang produktif... kalo jatah hidup kita didunia 70 tahun, tp 50% nya kita habiskan untuk tidur... berarti 35 tahun usia kita sia2... dan klo dari sisa 35 tahun itu cuman 20% yang produktif, berarti kita bener2 hidup di dunia ini cuman 17 tahun... sisanya bisa dibilang rugi...

************************************ Wallaahu A'lam *********************************
So ayo kita manfaatin waktu kita biar lebih produktif, meskipun ada kalanya kita ingin merasakan waktu untuk berleha-leha menikmati hidup, kenapa kita tidak tetap mencoba membuat sesuatu yang positif dan produktif di waktu leha-leha kita... misalkan buat yang suka membaca mengisi waktu istirahat sambil membaca... atau liburan sambil jualan misalnya... apapun itu yang penting leha-leha kita bisa menghasilkan sesuatu dan tetap produktif...

Salam Hangat dan Sukses
Padepokan Ganesha 15

Senin, 15 Agustus 2011

RENUNGAN DIRI


Suatu malam aku teringat sebuah do’a yang paling sedikit lima kali dalam sehari aku lafalkan… sebuah do’a yang berisi ikrar penghambaan… do’a iftitah…
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya ‘milik dan untuk’ Allah Robb seluruh alam.”

Sejak kecilpun aku sudah sering mendengar dari para guru dan ulama bahwa segala apa yang kita miliki adalah milik Allah yang Dia titipkan pada kita, diri, harta, keluarga, ilmu bahkan nafas dan rasa pun adalah milik-Nya…

Sebuah pertanyaan muncul dalam benakku… mengapa Allah menitipkan semua ini padaku, untuk apa pula Allah menitipkan semua ini padaku… lalu bila diri, hidup dan kehidupanku ini adalah titipan-Nya, berarti tak sedikitpun aku memiliki hak atas semua titipan yang jelas-jelas bukan milikku… tetapi mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Pada saat Allah meminta kembali beberapa titipan-Nya, kurasakan itu sebagai musibah,
kunamakan itu sebagai ujian, kuanggap itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu merupakan penderitaan yang menyakitkan dan menyengsarakan.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang sesuai dengan selera nafsuku, aku ingin dititipi lebih banyak harta, aku ingin pasangan yang sempurna secara fisik, sifat dan materi menurut seleraku, aku ingin lebih banyak tahta yang tinggi, lebih banyak popularitas…

Kutolak rasa sakit, kutolak nestapa, kutolak kesulitan, kutolak kemiskinan, kutolak semua penderitaan seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku. Seolah keadilan dan kasih saying-Nya harus berjalan seperti hukum matematika atau rasio sederhanaku yang terlalu dangkal

Ketika aku merasa rajin beribadah, dan merasa banyak berbuat kebajikan…maka aku merasa seharusnya semua derita menjauh dariku, dan segala nikmat dunia selayaknya menyertai hidup dan kehidupanku, bahkan kuminta surga sebagai tempat untuk ku menghabiskan masa-masa pensiun kehidupanku…

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, atau bahkan tidak jarang aku memperlakukan-Nya seperti budakku yang harus selalu mengikuti apapun yang kutitahkan…Kuminta Dia membalas semua"perlakuan baikku", mengganjar semua ibadahku dengan upah pahala dan kebaikan yang berlipat ganda, dan menolak semua keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku,

Duhai Robbi, betapa kusadari tidak tahu dirinya aku, padahal tiap hari hidup dikolong langit-Mu, aku tinggal di atas bumi-Mu dan aku hidup dengan menggunakan segala fasilitas milik-Mu…lalu masih layakkah aku mengakui diri sebagai seorang hamba, padahal setiap hari berkali-kali kuucapkan ikrar ini, masihkah pantas aku mendamba cinta-Mu padahal aku sangat bermimpi untuk bisa menjadi kekasih bagi-Mu...sementara didalam istana hatiku masih disesaki kecintaan nafsu untuk memiliki segala keindahan makhluk-Mu…

Duh Gusti jadikanlah aku termasuk hamba-hamba yang ikhlash, berserah diri dan menepati janji...


Pertapaan Aster 81
November 2009

Minggu, 14 Agustus 2011

INDAH PADA WAKTUNYA

Siang tadi disela-sela waktu istirahat training saya, Tiba-tiba salah seorang peserta handphone nya berbunyi, dan nada panggilnya itu adalah sebuah lagu religi cukup lawas berjudul “Cari Pasangan” yang dinyanyikan sebuah grup musik yang mengusung genre musik rohani asal Malaysia.

Kebetulan materi training tadi materinya ada yang berhubungan dengan pesan moral yang ada dalam lagu itu, bahwa Tuhan tidak akan men sia-siakan usaha hamba-hamba-Nya, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan sebuah kisah yang diceritakan oleh lagu tersebut tentang Akhir pengembaraan seorang pemuda sholeh:Pada zaman dahulu ada seorang pemuda pengembara bernama Ahmad. Ahmad adalah seorang pengembara yang soleh dan taat kepada Allah. Hutan, gunnung serta padang pasir telah dilalui dalam pengembaraannya.

Suatu ketika disaat Ahmad sedang menyusuri sebuah sungai. Dia merasa dahaga yang tiada terhingga, karena hari memang sangat panas sekali. Ahmadpun kemudian berhenti dipinggir sungai untuk minum dan mencuci mukanya. “Alhamdulillah….. terimakasih ya Allah, engkau telah memberikan keselamatan kepadaku dengan air sungai ini”. Tiba-tiba Ahmad melihat sesuatu mengapung-apung disungai menuju kearahnya. Tanpa berfikir panjang Ahmad pun kemudian mencebur dan mengambilnya yang ternyata adalah sebuah apel. “Ini mungkin rizki untukku”. Ahmad kemudian memakan apel itu. Tetapi disaat apel itu termakan hampir habis, Ahmad teringat sesuatu. “Astaghfirullah, Kalau ada buah apel terjatuh, berarti disekitar sini ada sebuah kebun. Dan bila ada sebuah kebun, mungkin kebun itu ada yang memiliki. Ya Allah Ampunilah hambamu yang telah memakan buah ini tanpa meminta izin kepada pemiliknya. Sebaiknya aku mencari dimana pemilik kebun dari buah ini.

Ahmadpun kemudian menyusuri sungai itu tanpa merasa letih. Dan benarlah, ternyata diujung sebuah hulu sungai ada sebuah kebun apel yang sangat luas. Ahmad kemudian mendatangi kebun itu dan mencari pemiliknya. Disaat Ahmad sedang mencari tiba-tiba seorang kakek mengejutkannya.

“Assalamu’alaikum. Sedang mencari apa gerangan anak muda?”

“Waalaikumussalam… Apakah bapak tau siapa pemilik kebun anggur ini?”

“Sayalah pemiliknya. Kenapa ?

“Jadi, jadi pemilik kebun ini adalah bapak sendiri. Oh.. Kebetulan sekali. Saya minta maaf karena saya telah memakan sebuah apel yang saya duga berasal dari kebun bapak”.

“Dimana engkau menemukannya anak muda?” tanya kakek itu.

“Disebuah sungai disaat saya sedang minum dan membasuh muka saya”.


Kakek Pemilik kebun apel itu terdiam dan menatap mata Ahmad dengan tajam. Ahmadpun kemudian berkata, “Maafkanlah saya pak, saya siap menerima hukuman apapun dari bapak. Apapun hukumannya, asalkan bapak memaafkan saya”.

“Ya, ya ya…. Kalau begitu kau akan menerima hukuman dariku”. Kata kakek itu seraya terus menatap tajam mata ahmad.

“Silahkan kek, apa hukuman yang akan aku terima ?”

“Kau harus membersihkan kebunku selama satu bulan penuh”

“Baiklah kek, saya akan menjalankan hukuman itu dengan ikhlas karena Allah” Kata Ahmad sabar.


Demikianlah, berhari-hari Ahmad membersihkan kebun apel itu dengan rajin dan senang. Dia berharap dapat menghapus kesalahan yang telah dilakukannya. Hingga tidak terasa satu bulan penuh Ahmad telah menjalankan hukuman. Ahmadpun kemudian mendatangi pemilik kebun itu.

“Saya telah menjalankan hukuman untuk membersihkan kebun selama satu bulan penuh. Dan hari ini adalah hari yang terakhir, Apakah ada hukuman lain untuk menebus kesalahan saya?” Tanya Ahmad.

“Ada. Aku mempunyai seorang anak gadis bernama Rokayah. Dia buta, tuli, bisu dan lumpuh. Kau harus menikahinya.Jawab Kakek pemilik kebun

Bukan cuman terkejut, Ahmadpun gemetar. Tubuhnya berkeringat. Karena Ahmad berfikir begitu berat ujian dan hukuman yang dia terima. pemilik kebun itupun bertanya.

“Kenapa, apakah kau tidak bersedia?” tanya pemilik kebun itu membuat ahmad berfikir. Tidak lama kemudian ahmad dapat menguasai diri. Dia yakin apabila pemilik kebun tidak memaafkannya, maka Allahpun tidak akan memaafkan kesalahannya yang telah memakan apel yang bukan miliknya.

“Baiklah, saya akan penuhi. Saya ikhlas karena Allah untuk menikahi anak kakek. Jawab Ahmad


Dengan kesabaran dan keikhlasan Ahmadpun kemudian menikahi gadis pemilik kebun apel. Disaat usai pernikahan, Ahmad hendak memasuki kamar pengantin yang didalamnya telah menunggu gadis pemilik kebun apel

“Assalamu’alaikum”…. Ucap Ahmad seraya membuka tirai kamar.

“Wa’alaikummussalam, Silahkan masuk. Aku telah menunggu sedari tadi” Seorang gadis menjawab dari dalam kamar


Ahmad terkejut bukan kepalang mendengar jawaban itu.

“Oh, maafkan saya. Mungkin saya salah memasuki kamar ini. Sebenarnya saya mencari gadis bernama Rokayah. Dia anak pemilik kebun apel”. Kata Ahmad bingung.

“Sayalah yang engkau cari”. Jawab gadis itu

“Oh tidak…. Tidak mungkin”.

Ahmadpun berlalu dengan tergesa meninggalkan gadis itu dan menemui pemilik kebun.

“Sebelumnya maafkan saya yang telah lancang memasuki sebuah kamar seorang gadis cantik. Tapi… dimanakah sebenarnya kamar Rokayah istri saya?” Tanya Ahmad

“Kau tidak salah. Yang kau masuki memang kamar rokayah anakku satu-satunya. Dan yang didalam kamar memang anakku. Dialah rokayah”.

“Tetapi kenapa saya tidak melihat dia buta, tuli, bisu dan lumpuh?” Tanya Ahmad.

“Anakku….. Rokayah memang buta, tuli, bisu dan lumpuh. Tapi yang aku maksud dia buta, karena dia tidak pernah menggunakan kedua matanya untuk melihat hal-hal yang buruk. Dia tuli, karena telinganya tidak pernah digunakan untuk mendengarkan pembicaraan-pembicaraan yang buruk. Dia bisu, karena dia tidak pernah menggunakan mulutnya untuk berbicara kotor. Dan dia lumpuh, karena dia tidak pernah berjalan ketempat-tempat maksiat. Sekarang segeralah kau kembali kekamarnya. Temuilah dia yang sekarang menjadi istrimu”.

Betapa bahagianya Ahmad yang ternyata mendapatkan seorang istri yang bukan hanya cantik jelita, namun seorang gadiis yang beriman dan taat kepada Allah.

(OST : Cari Pasangan by Robbani)

 *********************************************************************************
Tuhan gak akan pernah  nyia-nyiain setiap usaha yang dilakuin hamba-hamba-Nya,  Jangan pernah berburuk sangka sama Tuhan, karena Tuhan tau kapan waktu yg tepat do'a itu dikabulkan... bisa jadi karena kita sendiri emang belum siap  buat nerima anugerah dikabulnya do'a kita, seringkali ketika kita meminta pada Tuhan, malah ujian dan kesulitan yang kita dapet, lalu kita pun marah bahkan menghujat Tuhan dan menuduh-Nya gak adil pada diri kita, padahal ujian itu Tuhan beri untuk melatih kita sehingga kita benar-benar siap menerima anugerah itu, karena bila permintaan itu diberikan pada waktu yang tidak tepat justru akan memberikan efek yang malah menghancurkan diri kita, intinya segala sesuatu akan lebih indah bila memang pada waktunya,seperti halnya buah,buah yang memang matang dipohonnya jauh akan lebih enak dan segar bila dibandingkan dengan buah yang gak matang dipohonnya.Tuhan jauh lebih mengenal kita dibanding diri kita sendiri. Bila kita ingin mendapatkan yang terbaik, maka perbaikilah diri kita terlebih dahulu sehingga kita emang bener-bener layak dapetin yang terbaik, karena seperti halnya Tuhan tidak akan pernah menguji hamba-Nya sesuai dengan batas kemampuannya, begitupun dengan anugerah, Tuhan hanya akan memberikan anugerah sesuai dengan kapasitas kemampuan kita menerima anugerah tersebut.

Duhai Robbi Engkulah Sang Penguasa hati, yang berkuasa membolak balik kan hati, tetapkan hatiku dalam agama-Mu, dan dalam ketaatan kepada-Mu, dan sinari hatiku dengan cahaya kasih sayang-Mu.

Agustus 2011,
Pertapaan Aster 81