Rabu, 09 Januari 2013

JADI PENGUSAHA DENGAN MODAL APA ADANYA



Dalam ratusan seminar entrepreneurship yang saya isi, ketika saya bertanya kepada para peserta apa hambatan terbesar bagi mereka saat ingin mulai bisnis? Jawabannya selalu saja sama yaitu UUD (Ujung-Ujungnya Duit) untuk modal, kebanyakan orang berfikir modal untuk berwirausaha itu adalah “DUIT”, hingga akhirnya kebanyakan orang yang bermimpi untuk berisnis tidak kunjung memulai langkah untuk berbisnis dengan alasan beum punya duit atau belum punya cukup duit untuk berbisnis.

Saya ingin sedikit bercerita sebuah dongeng yang menceritakan tentang kesuksesan seekor kancil yang berhasil mengalahkan hewan-hewan buas yang selalu mengincar dia untuk dijadikan mangsanya, karena dia terkenal cerdik dia selalu saja lolos dari sergapan para binatang buas. Tapi suatu hari sang kancil merasa lelah dan bosan terus berlari dan menjadi buruan hewan-hewan buas yang ingin memangsanya, hingga akhirnya dia memutuskan berhenti untuk berlari dan bersembunyi dari pemburunya, saat dia bertemu dengan anjing hutan yang ingin memangsanya si kancil tidak berlari seperti biasanya, tapi dia malah menantang anjing hutan itu untuk bertarung, kalau anjing hutan itu bisa mengalahkannya maka dia boleh memakan dagingnya yang empuk, tapi si kancil meminta syarat pertarungan dilakukan seminggu sejak hari itu dan di dalam goa yang gelap agar dia bisa mempersiapkan diri berlatih dan jadi lebih percaya diri menghadapinya karena dia tak melihat lawan bertarungnya,merasa dirinya adalah hewan yang kuat dan kancil hanya hewan yang secara fisik jauh lebih lemah darinya maka tanpa berpikir panjang dia menerima dan menyetujui tantangan maupun syaratnya.

Hari yang disepakati pun tiba, mereka bertemu di depan sebuah goa, lalu mereka ber 2 masuk ke dalam goa itu, namun hanya dalam waktu setengah jam sang kancil sudah keluar membawa potongan tulang belulang anjing hutan itu, dan berteriak pada seluruh penghuni hutan, aku sudah baru saja bertarung dengan anjing hutan, dan dia sudah kutaklukan dan kumakan hidup-hidup hanya dalam waktu setengah jam saja.
Teriakannya yang sesumbar itu di dengar oleh srigala yang sudah lama menjadi musuh bebuyutan dari sang kancil, lalu dia pun menghampiri sang kancil dan dengan sangat lantang srigala mengajukan tantangan pada sang kancil. “Hai kancil kalau berani lawan saya! Anjing Hutan itu terlalu bodoh hinga bisa kalah bertarung melawanmu, kalau kamu berani melawan saya bisa kupastikan kamulah yang akan kalah dan saya makan hidup-hidup!

Dengan kalem si kancil menjawab “Pikirkanlah lagi masak-masak sebelum kamu menantang saya wahai srigala,daripada kamu menyesal nantinya,dan penyesalanmu itu tentunya akan sangat sia-sia karena kamu sudah keburu mati menjadi tulang belulang karena saya makan!” karena merasa dihina dan dilecehkan oleh mahluk yang secara fisik dianggapnya jauh lebih lemah dari dia maka tanpa pikir panjang srigala pun mengajak si kancil bertarung dengan tantangan yang sama.

Kemudian mereka pun masuk ke dalam goa yang sama untuk bertarung, lalu setengah jam kemudian sang kancil pun kembali muncul dari dalam goa, juga sambil membawa tulang belulang,kali ini dia membawa tulang belulang srigala, dan kemudian dia pun kembali berteriak dengan lantang kepada seluruh penghuni hutan, “akulah si hebat kancil yang baru saja bertarung dan membunuh srigala sebagaimana aku membunuh anjing hutan dengan begitu mudahnya dan kemudian memakannya hidup-hidup”.

Teriakan tersebut terdengar oleh raja beruang yang kebetulan adalah sahabat dari srigala yang baru saja dikalahkan oleh kancil, dia bertanya pada kancil “Bagaimana caramu mengalahkan mereka yang meskipun mereka jauh lebih lemah dariku tapi jelas-jelas mereka jauh lebih kuat dari mu?” sang kancil hanya tertawa sinis dan berkata “Hahaha kalau kau ingin tau bagaimana mereka mengalahkanku, maka lawanlah aku kalau kau berani, walaupun benar kamu jauh lebih kuat dari mereka tapi aku yakin dapat mengalahkanmu dengan sangat mudah seperti aku mengalahkan dan menghabisi mereka dalam waktu singkat.” Karena kesombongan sang beruang yang merasa jauh lebih kuat dan menganggap remeh sang kancil akhirnya sang beruangpun menerima tantangan yang sama dari kancil dan bertarung melawannya di dalam goa yang sama.

Dan kemudian satu jam kemudian, tebak siapa yang keluar dari dalam goa?

Yups betul sekali kembali sang kancil yang keluar dan kembali menjadi pemenang, namun saat ini sang kancil keluar tidak sendirian, tapi berdua dengan seekor singa sang raja hutan, sang singa pun tersenyum puas kepada kancil dan berkata “Bila suatu saat kamu perlu bantuanku untuk mengalahkan musuhmu lagi kirim lagi saja padaku untuk kujadikan makan siangku”.

Pelajaran apa yang dapat diambil dari pelajaran ini? Bagaimana seekor kancil yang lemah mampu mengalahkan 3 binatang buas dan kuat hanya dalam waktu 2 jam saja? Bila sang kancil bertarung secara fisik jelas dia akan kalah, karena dia tidak memiliki modal kekuatan dan kemampuan yang cukup untuk melawan apalagi mengalahkan mereka, tapi kancil sadar meskipun dia lemah secara fisik tapi dia tidak lantas berputus asa dan menyerah pada keadaan,dia masih memiliki hal lain yang dimilikinya sebagai modal luar biasa yaitu kecerdikannya.

Ke 2 karena kesadaran akan kelemahan dirinya, meskipun dia cerdas diapun tidak lantas menjadi sombong, dan dia sadar untuk melawan musuh yang besar dan mencapai tujuan yang besar, maka dia harus mau berbagi dan bekerjasama, dan diapun melobi singa yang merupakan raja hutan dan mahluk terkuat di rimba raya. Dengan kecerdikan dan jaringan pertemanan yang dia miliki sang kancil sukses menjadi hewan yang dianggap kuat dan ditakuti hewan buas.

Kembali berbicara masalah bisnis, bila ada peserta seminar yang mengatakan dia tak punya modal untuk mulai bisnis maka saya akan mengajukan pertanyaan padanya seperti ini :

Saya (S) : Bagaimana bila saya kasih uang buat 10 juta tapi saya minta tangan anda 1 gimana mau?
Peserta (P) : Wah gak mau!
S : Gimana kalau 10x lipat, saya kasih 100 juta tapi saya minta tangan anda dua-duanya gimana?
P : Jelas Gak mau!
S: Oh kalo gitu gini aja saya kasih 10 milyar tapi saya minta tangan sama kaki semuanya gimana?
P: Sama aja saya gak akan mau!
S: Hmm masih gak mau juga toh, gini aja deh penawaran terakhir gimana kalau saya kasih 1 trilyun tapi saya minta 2 tangan,2 kaki,2 mata sama 2 telinga milik anda, gimana?
P: Berapapun yang anda tawarkan, gak akan cukup buat membeli tubuh saya!
S: Jadi sebenarnya berapa besar asset yang anda punya yang bisa anda jadikan modal?
P: Hmm saya sadar sekarang, ternyata saya memiliki modal asset yang tak ternilai harganya!
S:Yah dan itu adalah buktu bahwa anda memiliki modal yang sangat cukup untuk anda mulai berbisnis.

Jadi tak ada lagi alasan tak punya modal untuk menjadi seorang pengusaha, karena modal itu bukan hanya “DUIT” tapi diri dan kehidupan kita adalah modal, saudara, teman dan jaringan yang kita miliki adalah modal, bahkan pengalaman pun adalah modal, serta apapun yang kita miliki, kita ketahui, kita mampu lakukan semua itu adalah asset yang kita miliki yang bisa kita adikan modal untuk kita bisa terjun menjadi seorang pebisnis.

Pertanyaannya seberapa besar pengetahuan kita atas potensi yang kita miliki dan seberapa besar usaha, kesungguhan dan kemampuan kita untuk memaksimalkan potensi yang kita miliki dan menjadikan nya modal yang sangat berharga untuk mewujudkan semua mimpi kita dan menjadikan kita pribadi seperti apa yang kita kehendaki.

Pelajaran ke 2, sang kancil menyadari bahwa dirinya begitu lemah, tidak mungkin dia mengalahkan dan menaklukan hewan-hewan buas yang begitu kuat, maka dia meminta bantuan pada singa sang raja Hutan yang merupakan hewan terkuat di seantero rimba belantara. begitupun kita sebagai manusia memiliki banyak keterbatasan yang membuat kita tak mungkin menaklukan dunia, tapi ingatlah kita memiliki Dia Sang Raja manusia, yang merajai segala kerajaan di dunia dan akhirat, yaitu Tuhan Sang Pencipta, bergantunglah kepada-Nya, meminta tolonglah kepada-Nya, karena tak ada yang tak mungkin bagi-Nya, Sebagaimana pesan Sang Nabi : "Apabila kita memiliki tekad apapun maka berserah diri lah kepada Tuhan"

Di atas gunung yang tinggi ada gunung yang lebih tinggi, di atas langit ada langit, di atas raja ada raja yang lebih berkuasa, tapi kedudukan dan kekuasaan tertinggi hanyalah milik Tuhan seru sekalian alam. firman-Nya dalam buku suci "Barang saiapa yang berserah diri kepada Tuhan maka akan dicukupi segala kebutuhannya"

Pelajaran ke 3, selama ini ang kancil selalu saja bekerja keras untuk selalu menyelamatkan dirinya dari para hewan pemangsa yang memburunya, tapi kerja keras saja ternyata tidak lah cukup, kerja keras saja hanya membuat dia selamanya terus berlari tiada henti dan selalu menjadi hewan yang diburu, perlu strategi dan kerja cerdas untuk mengakhiri pelariannya, maka dia menggunakan akalnya untuk membuat strategi yang akhirnya membuat dia menjadi hewan yang ditakuti oleh para hewan buas pemburu. begitupun dengan kita, kerja keras saja tak cukup, tapi perlu ilmu yang luas untuk menjadi pemenang di tengah kehidupan yang sangat keras, kuncinya adalah wawasan yang luas. Sang Nabi pernah bersabda :
"Barang siapa yang ingin sukses di dunia maka harus dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan sukses di akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kesuksesan di dunia dan akhirat maka harus dengan ilmu"

Sedikit kerja orang yang berilmu akan menghasilkan nilai yang jauh lebih banyak dibandingkan kerja ratusan kali orang yang minim ilmu, sedikit ibadah orang yang berilmu akan lebih berkah, bernilai dan bermanfaat di bandingkan orang yang kurang ilmu, bahkan orang yang berilmu tidurnya pun bermanfaat, dan setanpun merasa lebih takut tidurnya orang yang berilmu daripada ibadahnya orang yang kurang ilmu.

Orang berilmu membuat rejeki dan dunia bekerja untuknya, sedangkan orang yang kurang ilmu membuat dia bekerja untuk rejeki dan dunia

Salam Pengusaha
Pertapaan Aster 81
Rabu 9 Januari 2013

Selasa, 01 Januari 2013

PEREMPUAN TANPA BAKAT


Saat kebanyakan manusia di seluruh belahan bumi sedang menikmati dan larut dalam euforia perayaan tahun baru 2013 bersama teman,sahabat, kerabat, kekasih atau keluarga tercinta aku memilih untuk menikmati menyepi dalam kesendirian ditemani gegap gempita suara kembang api yang menghiasi langit malam ini, sejak sore tadi semua orang di rumah pergi ke tempat kakak ku kecuali adikku anak yang no 3,dia pergi merayakan tahun baru bersama teman-temannya.

Kuseduh secangkir kopi untuk menemaniku, hari ini aku mendapatkan pertanyaan dari seorang perempuan yang sudah ku khitbah beberapa bulan lalu, "kang kenapa kamu milih aku? padahal tak ada sedikitpun kebaikan dan kelebihan yang kupunya, tak sedikitpun kau mendapatkan keuntungan dengan menikahiku kecuali hanya menambah bebanmu saja! aku yang sudah terbiasa hidup dimanja sebagai anak bungsu, tak tahu bagaimana seharusnya aku bersikap bila sudah menikah nanti? aku tak tahu caranya melayani suami dan mendidik anak, aku bahkan tak mampu membayangkan bagaimana bila aku sudah menikah nanti?,aku ingin hanya mengalamai sekali menikah untuk seumur hidupku dengan dia yang menjadi suamiku" yah ini adalah pertanyaan yang juga banyak dilontarkan oleh para mahasiswi binaanku.

Aku teringat sebuah cerita yang di tulis oleh guruku Prof DR. KH. Afif Muhammad yang berjudul "WANITA TANPA BAKAT" yang menceritakan tentang ibunya, tentang bagaimana ibunya mendidik anak-anaknya dan menjadi istri untuk suaminya, tulisan beliau sungguh merupakan gambaran yang menunjukkan tentang sosok seorang istri yang sempurna dan seorang ibu yang sempurna walaupun dengan segala keterbatasannya, inilah kisahnya :

Kalau ada seorang perempuan yang  paling sabar di dunia ini, itu pasti ibuku. Seperti umumnya orang Jawa pesisiran, aku memanggil ibuku dengan “Emak.” Orangnya tinggi semampai, berkulit langsat, dengan rambut lurus, hitam tebal. Orang tidak akan menyebut emakku cantik, tetapi jika dikatakan “manis”, mereka pasti sepakat. Emak, menurutku, salehnya luar biasa. Emak anak sulung  dari sembilan bersaudara. Dari deretan panjang saudara Emak itu, laki-lakinya hanya ada tiga orang. Selebihnya perempuan.

Emak buta huruf latin, tetapi pandai membaca huruf Arab, rajin shalat dan membaca Al-Qur’an. Suaranya sendu dan bergetar. Bulik-bulikku mengatakan, “Makmu itu, kalau membaca Al-Qur’an, membuat orang yang mendengarnya bisa nangis.”

Emak adalah orang yang tidak bisa berteriak. Seumur hidupku, aku belum pernah mendengar Emak bersuara tinggi. Entah tidak bisa, atau memang tidak mau, sampai hari ini aku tidak tahu. Yang aku tahu, Emak jarang sekali marah. Kalau pun marah, Emak cenderung diam. Sepertinya, amarahnya tidak pernah bisa keluar, karena dada Emak begitu kuat menahannya. Tetapi, itu tak berarti Emak tidak pernah marah. Namanya juga manusia. Cuma, marah Emak diwakilkan kepada anak-anaknya. Maksudku begini. Sekali waktu, ketika aku minta embuh, nasi sudah tidak ada lagi. Aku menangis sambil gulung-gulung di tanah. Piring kulempar. Eee…, Emak tenang-tenang saja. Yang marah justeru kakak-kakakku. Mereka mengikat aku di salah satu tiang bambu yang ada di dapur. Emak tidak mencegah mereka. Sepertinya, dia  mau mengatakan, “Kalau kamu seperti itu, Emak tidak  marah, tapi kakak-kakakmu yang marah padamu.”

Ketika  aku meronta, tiang itu jebol, dan kakak-kakakku membawa aku ke lubang sampah yang lebarnya kira-kita dua meter dan dalamnya  satu setengah meter. Mereka mengancamku untuk memasukkan aku ke lubang itu. Ancaman itu  mujarab. Aku tidak menangis lagi. Kemudian Emak memandikanku di sumur, sambil menasehatiku dengan suara lembutnya. Dan semuanya selesai. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Emak saat itu. Mungkin hatinya tersayat-sayat melihat aku masih ingin makan, tetapi nasi sudah tidak ada lagi. Padahal sebenarnya, tidak boleh embuh itu sudah aturan keluarga. Cuma, karena ketika itu aku masih kecil, aku kurang bisa memahaminya.

Malam harinya, ketika Emak menidurkan aku, Emak menasehatiku dengan suaranya yang lembut, “Anak seusiamu boleh nakal, tetapi tidak boleh merusak…”. Mendengar itu, diam-diam aku menangis.

Hubungan Emak dengan Bapak bukan sekedar hubungan suami dengan isteri, tetapi guru dan murid. Kalau Bapak berbicara kepada Emak, Bapak menggunakan bahasa ngoko, tetapi Emak menjawabnya dengan bahasa kromo. Emak begitu hormat kepada Bapak, sampai-sampai tidak pernah kudengar dia protes barang  sekali pun. Aku tidak tahu apa sebabnya. Mungkin kakek dan nenekku (dari pihak Emak) mengajarinya begitu. Melawan suami? Tidak ada kamusnya. Karena, memang tidak ada alasan bagi Emak buat melawan Bapak.

Emak pernah bercerita kepadaku bahwa ketika menikah  dengan Bapak, Bapak adalah joko tua (bujangan tua). Ukurannya  bukan usia Bapak, tetapi jarak usia mereka berdua. Aku tidak tahu persis  berapa jarak usia Emak dengan  Bapak. Tetapi, ketika Bapak  meninggal  duani di tahun 1993, usianya 93 tahun. Emak meninggal  dunia tahun 2000 dalam usia 83 tahun. Berapa tahun tuh jaraknya?

Kata Emak, ketika menikah, Emak masih kecil. Mereka dijodohkan oleh Embah (ayahnya Emak). Ceritanya seperti kisah para pendekar jaman dulu. Bapak adalah santrinya Kiai  Muntaha di Pondok Kedung Macan. “Kedung” artinya sarang dalam bentuk lubang besar. Lazimnya di tengah Sungai. Jadi,  mestinya Kedung (untuk) Buaya, bukan Kedung Macan. Entahlah. Mungkin di kampung itu dahulu ada macan yang bersarang di dalam kedung di tengah suangai,  sehingga  namanya menjadi  Kedung  Macan. Sedangkan Emak tinggal bersama Embah di Tawangsari. Aku yakin Embah orang asli Jombang. Sebab, sanak-familinya tersebar di seluruh penjuru Mojopahit.

Emak adalah tipe isteri yang berbakti kepada suami.  Keikhlasannya menjadi pendamping Bapak memancar lahir dan batin. Tampaknya, konsep “suwarga nunut neraka katut” benar-benar mendarah-daging pada diri Emak. Sepertinya Emak yakin betul bahwa Bapak pasti membawanya ke surga, tidak ke neraka. Antara mereka berdua tidak pernah ada pertengkaran, tidak ada protes, tidak ada keluh-kesah,  tidak ada kata kasar dan bentakan. Yang ada adalah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi kehidupan yang sangat berat. Kondisi seperti itu yang membuat  aku, hingga kini, pasti tersentak kaget setiap mendengar suara tinggi, apalagi bentakan.

Semua itu membuat Emak  memang tidak ceria, tetapi juga tidak kelabu. Wajahnya teduh, dan memancarkan keikhlasan dan kesabaran tanpa batas. Kebutuhan hidupnya sangat tidak tercukupi. Tetapi Emak tidak pernah mengeluh. Tidak pula pernah menangis. Kalau pun pernah, aku  tak pernah melihatnya, bahkan  sampai Emak meninggalkan kami. Di tangan Emak,  apa yang bagi orang lain tak cukup,  menjadi cukup. Yang sempit menjadi lapang. Yang dianggap orang hanya cukup untuk seorang, di tangan Emak bisa cukup untuk tiga orang. Daya tahannya benar-benar luar biasa, dan itu dialirkannya ke tubuh kami lewat setiap kepal nasi yang dibagikannya  di piring-piring kami, lewat setiap tetes air  yang  kami teguk, lewat dingin malam yang kami lalui dalam gelap, lewat terobosan angin yang menyelusup  di dinding-dindingbilik rumah kami yang berlubang, lewat suara sendunya saat membacara kalam Ilahi, lewat cahaya matanya yang berkaca-kaca tetapi tak pernah mengalirkan air mata, lewat detik-detik waktu yang kami jalani jengkal demi jengkal, lewat lidah-lidah api yang marayap dari daun-daun kering yang digunakannya untuk menanak nasi.

Daun-daun kering untuk menanak nasi? Ya. Emak memang sering memasak dengan menggunakan daun kering sebagai pengganti kayu bakar. Mestinya hal  itu tidak perlu terjadi. Sebab, mencari kayu bakar dari ranting-ranting pohom atau carang (ranting-ranting pohon bambu) kering tidak terlalu sulit kami dapatkan. Tetapi Emak tentu tidak dapat melakukan itu. Biasanya aku yang melakukannya. Tetapi, sebagai anak-anak yang masih dalam usia senang bermain, aku tidak selamanya dapat mencari kayu atau carang untuk Emak. Kesadaran kanak-kanakku rasanya belum dapat menjangkau hal-hal seperti itu. Sekali pun tidak sering, aku tidak jarang membiarkan Emak tidak punya kayu untuk menanak nasi. Kalau sudah begitu Emak menyapu pekarangan kami yang memang luas itu, guna mengumpulkan daun-daun  nangka dan mangga yang berserakan. Daun-daun keringnya dipisahkan dari daun-daun basahnya, lalu daun-daun itu dimasukkan ke sangkar ayam, dan dibawa ke dapur. Dengan daun-daun kering itulah Emak menanak nasi. Jadi, bisa kawan-kawan bayangkan berapa lamanya menanak nasi dengan daun-daun kering seperti itu. Sebab,  jika kita menaruh tangan kita di atas lidah-lidah apinya, rasanya tidak panas.

Sekali pun dengan daun kering, nasi atau air yang ditanak Emah, toh, masak juga. Entahlah, untuk waktu itu rasanya, ya, biasa-biasa saja. Tidak lama. Mungkin karena manusia zaman itu belum sibuk seperti sekarang, sehingga semuanya berjalan tidak tergesa-gesa seperti sekarang ini. Matahari rasanya lambat berjalan. Waktu antara Zhuhur ke `Ashar, dan `Ashar ke Maghrib, terasa cukup lama, sehingga bermain layang-layang pun bisa kenyang. Keadaan seperti itu sangat berbeda dengan yang aku rasakan ketika aku sudah dewasa. Sekarang ini aku merasakan bahwa waktu berjalan begitu cepat.  Entahlah, mungkin karena aku sibuk, sehingga waktu berjalan tanpa terasa. Tambahan lagi, orang-orang sekarang kan penuh persaingan. Kalau tidak cepat, pasti tidak dapat. Akibatnya, segala sesuatu berjalan tergesa-gesa, seakan-akan semua orang dikejar-kejar waktu. Atau, jangan-jangan, matahari memang berjalan lebih cepat?

Dengan anak delapan orang, hampir di sepanjang hidupnya, Emak tidak merasakan kegembiraan. Emak tidak pernah punya baju bagus. Bahkan jumlah bajunya pun sangat sedikit. Lemari  kami yang tinggi besar dan terbuat dari jati itu tidak pernah ada isinya. Apalagi perhiasan. Dalam hal makan, beras untuk hari ini, ya, dibeli hari ini. Bahkan, kadang-kadang tidak ada. Botekan-nya pun lebih sering kosongnya dibanding berisinya. Karena itu, ketika kami pingin rujakan, kami seringkali sulit menemukan bumbu, bahkan sekedar sebutir cabai rawit sekali pun. Itu sebabnya masakan Emak “tidak enak.”  Bukan karena Emak tidak pandai memasak, tetapi bumbunya yang nggak ada. Karena itu, ketika kami sudah sama-sama dewasa, dan kebetulan bisa berkumpul, lalu kami membicarakan masakan Emak, kami berkata sambil tersenyum-simpul:  “Masakan Emak tidak enak.” Kalau sudah begitu, Mas Chalik pasti membela, “Ya, karena nggak ada yang bisa dipakai membuat enak, Dik….” Dan kami pun tertawa gembira. Kami  semua bangga punya Emak seperti itu, sebangga kami terhadap Bapak.

Pengaruh Bapak pada diri  Emak kuat sekali, sehingga Emak menjadi sangat berbeda dari saudara-saudaranya. Ketaatannya beribadah, adalah ketaatan Bapak. Khusyu`nya dalam shalat adalah kekhusyu`an Bapak. Ketidaksukaannya membicarakan orang adalah kebiasaan Bapak. Walhasil, menurutku, Emak sudah “lenyap” dalam pusaran Bapak yang demikian kuat.

Ketika aku rindu pada Bapak dan Emak seperti sekarang ini, aku sering membayangkan betapa menderitanya mereka. Tetapi  penderitaan itu mereka hadapi tanpa suara. Bukan bisu, tetapi diam. Sikap diam yang sanggup membuat penderitaan menyerah di kaki mereka. Mereka berdua adalah orangtua yang rela menderita demi anak-anak mereka. Pandangan mereka jauh ke depan, sehingga yang di depan mata tidak mereka perdulikan. Mereka berdua begitu memperhatikan kami, sehingga hak-hak mereka untuk sedikit senang, rasanya sudah kami rampas sehabis-habisnya.

Emak sepertinya dihadirkan Tuhan untuk menjadi perempuan tanpa bakat, kecuali tabah dan sabar. Sebab, ketika Emak berusaha melawan kesulitan hidup kami dengan berbagai usaha, semuanya gagal. Emak pernah mencoba menjadi penjual ikan asin di pasar kota, dan gagal. Menjual jamu dan tembakau susur, juga tidak berhasil. Ketika ibu-ibu lain memelihara ayam dan bertelur banyak, ayam-ayam yang  dipelihara Emak seperti mandul. Ketika orang-orang lain menanam mangga dan berbuah lebat, pohon mangga kami justeru berulat. Kata orang, tangan Emak “panas.” Ia keturunan Drupadi, yang tidak diciptakan kecuali hanya untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya.

                                                                         **********

Seorang wanita dengan segala keterbatasannya, jauh sekali dari kesempurnaan, tapi dia mampu memberikan cinta yang sempurna untuk suami dan anak-anaknya, sebagai istri dia mampu memberikan penerimaan dan ketulusan yang sempurna  untuk suaminya walaupun suaminya tak mampu memberikan limpahan kebahagiaan material kepadanya, dia memang tak mampu membantu suaminya menambah nafkah keluarga, tapi dia tidak membebani suaminya dengan keluh kesahnya, dia terima dan syukuri apapun yang ada pada suaminya dan yang diberi oleh suaminy,. sebagai ibu dia mampu memberikan teladan yang sempurna pada anak-anaknya, tak banyak kata yang dia ucapkan untuk mengajarkan anak-anaknya, namun segala perilakunya menjadi teladan bagi semua anaknya.

dengan segala cinta dan ketulusannya, wanita tanpa bakat itu telah berhasil mencetak anak-anak yang bersahaja dengan pribadi dan kehidupan yang luar biasa seperti guruku yang telah menuturkan kisah tersebut. Yakinilah tak ada seorangpun yang sempurna di dunia ini, tak perlu juga menjadi seorang yang sempurna untuk bisa menjadi seorang istri dan seorang ibu yang sempurna, cukup berusahalah memberikan cinta, ketulusan dan pengorbanan yang sempurna, lalu syukurilah semua fase kehidupanmu secara sempurna, maka kebahagiaan, cinta dan kasih sayang dari Allah dan semua yang kau cintai akan kamu dapatkan dengan sempurna.


Salam
Dini Hari di awal tahun 2013
Pertapaan Aster 81