Senin, 15 Agustus 2011

RENUNGAN DIRI


Suatu malam aku teringat sebuah do’a yang paling sedikit lima kali dalam sehari aku lafalkan… sebuah do’a yang berisi ikrar penghambaan… do’a iftitah…
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya ‘milik dan untuk’ Allah Robb seluruh alam.”

Sejak kecilpun aku sudah sering mendengar dari para guru dan ulama bahwa segala apa yang kita miliki adalah milik Allah yang Dia titipkan pada kita, diri, harta, keluarga, ilmu bahkan nafas dan rasa pun adalah milik-Nya…

Sebuah pertanyaan muncul dalam benakku… mengapa Allah menitipkan semua ini padaku, untuk apa pula Allah menitipkan semua ini padaku… lalu bila diri, hidup dan kehidupanku ini adalah titipan-Nya, berarti tak sedikitpun aku memiliki hak atas semua titipan yang jelas-jelas bukan milikku… tetapi mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Pada saat Allah meminta kembali beberapa titipan-Nya, kurasakan itu sebagai musibah,
kunamakan itu sebagai ujian, kuanggap itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu merupakan penderitaan yang menyakitkan dan menyengsarakan.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang sesuai dengan selera nafsuku, aku ingin dititipi lebih banyak harta, aku ingin pasangan yang sempurna secara fisik, sifat dan materi menurut seleraku, aku ingin lebih banyak tahta yang tinggi, lebih banyak popularitas…

Kutolak rasa sakit, kutolak nestapa, kutolak kesulitan, kutolak kemiskinan, kutolak semua penderitaan seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku. Seolah keadilan dan kasih saying-Nya harus berjalan seperti hukum matematika atau rasio sederhanaku yang terlalu dangkal

Ketika aku merasa rajin beribadah, dan merasa banyak berbuat kebajikan…maka aku merasa seharusnya semua derita menjauh dariku, dan segala nikmat dunia selayaknya menyertai hidup dan kehidupanku, bahkan kuminta surga sebagai tempat untuk ku menghabiskan masa-masa pensiun kehidupanku…

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, atau bahkan tidak jarang aku memperlakukan-Nya seperti budakku yang harus selalu mengikuti apapun yang kutitahkan…Kuminta Dia membalas semua"perlakuan baikku", mengganjar semua ibadahku dengan upah pahala dan kebaikan yang berlipat ganda, dan menolak semua keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku,

Duhai Robbi, betapa kusadari tidak tahu dirinya aku, padahal tiap hari hidup dikolong langit-Mu, aku tinggal di atas bumi-Mu dan aku hidup dengan menggunakan segala fasilitas milik-Mu…lalu masih layakkah aku mengakui diri sebagai seorang hamba, padahal setiap hari berkali-kali kuucapkan ikrar ini, masihkah pantas aku mendamba cinta-Mu padahal aku sangat bermimpi untuk bisa menjadi kekasih bagi-Mu...sementara didalam istana hatiku masih disesaki kecintaan nafsu untuk memiliki segala keindahan makhluk-Mu…

Duh Gusti jadikanlah aku termasuk hamba-hamba yang ikhlash, berserah diri dan menepati janji...


Pertapaan Aster 81
November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar