Rabu, 21 November 2012

SAMUDRA CINTA IBU



Sambil menikmati segelas kopi susu panas, sayapun sambil menikmati rutinitas pagi di hari kerja, yaitu kebiasaan ibuku yang dengan tergesa menyiapkan makan dan segala kebutuhan adik-adik ku yang masih duduk di bangku sekolah, satu hal yang mungkin suatu saat akan sangat saya rindukan, gerutu ibuku, dia menyiapkan dan mengejakan semua pekerjaannya hampir selalu sambil mengerutu karena sikap adik-adikku yang memang selalu ada saja yang menjengkelkan. 

Saat ibuku sedang begitu sibuknya bekerja dan menggerutu adikku yang nomor 4 dia pun sibk menceritakan betapa baik nya teman nya dia, dan ibu teman nya yang memberi dia makan, membayari dia jajan dan membekali dia ongkos pulang. Lalu anganku tiba-tiba melayang teringat sebuah cerpen yang baru kubaca,

Pada malam itu, Jelita bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Jelita segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Jelita berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona, apa anda mau pesan semangkuk bakmi?” ” Ya, tetapi, aku tiadk membawa uang” jawab Jelita dengan malu-malu“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Ayo silahkan duduk, saya akan memasakkan bakmi buatmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Jelita segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa nona?”Tanya si pemilik kedai.“tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Jelita sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku semangkuk bakmi !, tetapi, ibuku sendiri? setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya Jelita kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Jelita, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kamu berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, saya hanya memberimu semangkuk bakmi dan kamu begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kamu tidak berterima kasih kepadanya? Dan kamu malah bertengkar dengannya”

Jelita, terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Jelita, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkanbagaimana sikap ketus yang mungkin akan diterima dari ibunya melihat dia kembali lagi, dan memikirkan kemungkinan ibunya tidak mau memaafkannya, tapi Jelita sudah bertekad untuk meminta maaf pada ibunya apapun yang terjadi,lalu ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Jelita, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Jelita kau sudah pulang, cepat masuklah, ibu telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanannya keburu dingin kalau tidak kamu makan sekarang”. Pada saat itu Jelita tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita  khususnya orang tua kita yang mengorbankan banyak hal demi mengurus dan menghidupi kita seringkali kita lupa dan bahkan mungkin melupakannya, kita sangat senang dan sangat berterima kasih pada sahabat atau kekasih kita yang telah begitu baik memberikan perhatiannya pada kita, walaupun perhatian yang mereka berikan sesungguhnya tidak ada apa-apanya, bahkan mereka kadang masih meminta pamrih perbuatan baik yang sama dari kita,bahkan saat kekasih kita menyakiti kita seringkali kita ikhlash menerimanya, bahkan tidak jarang kita mungkin menangis karena tidak mau kehilangan nya. tapi bagaimana kepada orang tua kita yang mengurus kita dan mencurahkan kasih sayangnya pada kita tanpa pamrih, kita harus ingat bahwa bagaimanapun tanpa mereka kita tidak akan pernah ada di dunia ini, bahkan mereka mengorbankan kesenangannya , harga dirinya, ketenangan dan kenyamanan hidupnya, memeras keringat dan meneteskan darah untuk menjaga dan menghidupi ita, kita tidak akan pernah seperti kita yang sekarang ini, berapap banyak pun harta yang kita berikan kepada mereka tak akan pernah mampu membayar jasa mereka pada kita, kita harus berterima kasih kepada mereka seumur hidup Kita, jangan sampai kita menyesal nanti bila sampai saat kita ingin berterima kasih ternyata kesempatan itu sudah hilang bagi kita.

Salam, Pertapaan Aster 81
bersama segelas kopi di sabtu pagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar