Malam telah cukup larut, hasrat untuk pulang ke rumah pun saya urungkan
sejenak, nampaknya saya harus sedikit mereview, merenungi dan mencoba memaknai
perjalanan beberapa hari ini, saya pun memutuskan masuk kembali ke sebuah café
yang baru saja saya tinggalkan bersama seorang client terakhir saya, sambil
memesan secangkir Hot Capucino, dan menikmati alunan musik jazz yang diputar
fikirankupun mulai menerawang, Entah kenapa beberapa hari ini beberapa client
yang kuhadapi hampir semuanya tentang kisah percintaan sepasang umat manusia,
ada yang bercerita tentang rumah tangganya yang mulai kurang harmonis, ada yang
mengeluhkan tentang sikap pasangannya, ada yang bercerita tentang calon
kekasihnya yang dilamar orang lain namun dirinya tidak memiliki keberanian
untuk mendatangi orang tua kekasihnya dan melamarnya, dan ada juga yang
bercerita tentang kekasihnya yang akan menikahi wanita lain yang dipilihkan
orangtuanya.
Dari semua cerita diatas semuanya memiliki kesamaan yaitu bercerita
tentang orang yang dicintainya, dan dari semua yang menuturkan kisahnya
semuanya memiliki alasan yang cocok dengan perasaan mereka sehingga membuat
mereka menyukai dan mencintai kekasihnya itu.
Inilah yang terjadi sering dari kita mencintai seseorang karena alasan
yang disadari ataupun tidak alasan itu adalah alasan kecocokan dengan harapan
dan kesukaan ego diri kita, alasan-alasan itulah yang membuat diri kita menerima
atau menjadikan seseorang menjadi pasangan kita, namun celakanya ketika
dikemudian hari ternyata alasan kita mencintai dan menyukai itu sudah hilang
atau habis maka dengan mudahnya alasan tidak ada lagi kecocokan dengan pasangan
menjadi dasar hancurnya mahligai rumah tangga yang sudah dijalani dan dibangun
selama bertahun-tahun, serta mengorbankan banyak pihak terutama anak-anak.
Tiba-tiba
ingatan saya melayang pada kisah yang saya dapatkan beberapa tahun silam,dan
setiap kali membacanya, tidak sedikitpun perasaan mengharu biru di hati ini
berkurang, membuat diri ini mendadak menjadi sangat melankolis atau
sentimental, hehehe, dibawah ini sebuah kisah tentang keluh kesah seorang
isteri yang merasa sudah kehilangan alasan-alasan yang membuatnya dulu
mencintai suaminya :
Suami saya adalah seorang insinyur, saya
mencintai sifatnya yang alami dan Saya menyukai perasaan hangat yang muncul
dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Dua tahun dalam masa pernikahan,saya harus
akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah
berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil
dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat
romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak
pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya
harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan
suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan
saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk
mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?", dia bertanya dengan
terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya
inginkan". Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria
yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya
harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lsayakan
untuk merubah pikiranmu?".
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab
dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya
di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai
setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu
memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?" Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok.". Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?" Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok.". Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan
saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah
gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan ...
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga
itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya." Kalimat
pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.
" Sayang ketika kamu mengetik di komputer
lalu program-program di PC-nya kacau dan akhirnya kau menangis di depan
monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan
memperbaiki programnya dan kamu bisa menyelesaikan pekerjaanmu.
Sayang, kamu juga selalu lupa membawa kunci
rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa
mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.
Sayang, kamu suka jalan-jalan ke luar kota
tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus
menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk menunjukkan jalan
kepadamu.
Sayang, kamu selalu sakit dan pegal-pegal pada
waktu "teman baikmu" datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan
tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.
Cinta, ketika kamu sedang diam di rumah, dan
saya selalu kuatir kamu akan menjadi "aneh". Maka saya harus
membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku
untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami.
Cinta, kamu terlalu sering menatap layar kaca
TV dan Komputermu serta membaca buku sambil tiduran dan itu tidak baik untuk
kesehatan matamu, maka saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti,
saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Tanganku
akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi
dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah
seperti cantiknya wajahmu.
"Tetapi sayangku, saya tidak akan
mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu
mengalir menangisi kematianku. Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa
mencintaimu lebih dari saya mencintaimu. Untuk itu sayang, jika semua yang
telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Saya tidak bisa
menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat
membahagiakanmu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan
membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.
"Dan sekarang, sayangku, kamu telah
selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan
tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah
kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak
puas, sayangku, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barangku, dan saya
tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagia saya bila kau
bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan
melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya
memegang susu dan roti kesukaanku.
Aku peluk dia penuh kebahagiaan, oh, kini aku
tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai aku lebih dari dia mencintaiku.
*******
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu
telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat
memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya
telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami
wujud cinta dari pasangan kita, padahal tanpa kita sadari Cinta itu telah
terwujud dalam bentuk yang lain walau tidak sesuai dengan wujud yang kita
harapkan
Seringkali kali kita menuntut Cinta kepada
pasangan kita, namun jarang terfikir oleh kita sejauh mana Cinta yang telah
kita berikan padanya. Berikan Cinta Kasih yang tulus kepadanya, kalaupun dia
belum membalasnya yakinlah Allah pasti akan membalas dan membisikkan CintaNYA
kepadanya untuk diberikan kepada kita.
Di bawah naungan ajaran Agama, kedua pasangan suami istri dituntun untuk menjalani hidup mereka dalam kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain.
Di bawah naungan ajaran Agama, kedua pasangan suami istri dituntun untuk menjalani hidup mereka dalam kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain.
Dari setiap masalah rumah tangga yang saya
hadapi, bila saya Tanya tentang tujuan hidup dan pernikahan mereka, hampir
semuanya mereka tidak memiliki arah tujuan yang jelas, mau dibawa kemana
sesungguhnya biduk rumah tangga mereka, hasil akhir apa yang sebenarnya ingin
mereka capai dalam menjalankan roda rumah tangga, sehingga mereka tidak
memiliki acuan dan arahan yang jelas tentang bagaimana dan seperti apa
seharusnya mereka menjalani rumah tangga, dan pada saat terjadi perselisihan
dalam rumah tangga mereka bingung karena tidak memiliki arahan kemana mereka
harus mengembalikan arah dan menyamakan kembali persepsi.
Saat kamu akan menikah ingat apa tujuan hidupmu
dan tujuanmu menikah, apapun yang kamu lakukan maka arahkanlah semuanya kepada
tujuan akhirmu, dan kerahkan semua sumberdaya untuk mencapai tujuanmu itu, maka
saat kamu akan menikah gak peduli kamu menikahi pasanganmu itu karena ada rasa
atau tidak ada rasa, suka atau tidak suka, pake nafsu atau tanpa nafsu, yang
paling penting adalah Ijab Qobul, atau akad di awal sebelum menikah tentang
tujuan kalian menikah itu apa, kesepakatan, kesamaan tujuan dan kesamaan
persepsi adalah modal utama membangun biduk rumah tangga.
Teringat pepatah jawa yang mengatakan “witing
tresno jalaran soko kulino : Tumbuhnya cinta karena seringnya bertemu” dengan
kamus kebodohan saya, saya memahami pepatah ini bahwa rasa cinta itu akan
tumbuh dengan sendirinya bila dalam perjalanan semakin mampu bekerjasama,
bersinergi dan membangun harmoni dalam membina dan menjalani hidup bersama dalam
kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan
dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain sesuai dengan
apa yang diajarkan Tuhan melalui ajaran agama yang diturunkan-Nya kepada kita.
Semoga saja bila nanti saya diberikan amanah
keluarga, saya mampu membawa keluarga yang diamanahkan Tuhan itu menuju jalan
cahaya, yaitu jalan kebahagiaan yang Tuhan tunjukkan untuk hamba-hamba-Nya,
sehingga saya mampu membawa keluarga pulang sebagai perantau yang berhasil yang
disambut Tuhan dengan penuh suka cita dan kerinduan serta mendapatkan jamuan
terbaik dari cinta-Nya
"Mereka (pasanganmu) itu adalah pakaian
bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." (2:187)
Salam,
Kota Bunga Utara,
Penghujung Malam 12 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar