Teringat
kata-kata salah seorang guru, bila kita merasa biasa-biasa saja saat melakukan
maksiat pertanda hati kita telah mati. Memori ini membuat saya sangat
merinding, bagaikan ada godam berton-ton yang memukul kepala dan kesadaran saya,
seolah-olah nyawa ini akan tercerabut dari jasadnya, ternyata mungkin hati saya
telah lama mati.
Kemunculan
memori tentang pesan sang guru itu memaksa saya mencoba kembali memutar
rekaman-rekaman memori kehidupan saya yang lain, lebih khususnya memori tentang
segala perilaku dan perbuatan yang pernah dan selalu saya lakukan, dalam
istilah “agama saya” biasa disebut dengan “muhasabah”. Bagaimana tidak saya
merasa bergetar, saya dapati kenyataan bahwa begitu banyak ternyata dosa yang
saya lakukan tanpa ada perasaan berdosa, atau saya merasa biasa-biasa saja,
bahkan saya menganggapnya sebagai hal yang wajar atau manusiawi untuk
dilakukan.
Contoh kecil,
dalam sehari entah berapa kali saya dengan lancangnya meminjam jubah Tuhan
berupa kesombongan, saat saya menganggap diri saya ini baik, saya menganggap
orang lain buruk, saya menggunjingkan perilaku orang lain yang saya anggap
buruk, atau bila diingat-ingat entah berapa banyak kebohongan yang sudah saya
keluarkan dengan lisan ini, dengan berbagai alasan pembenaran saya mengucapkan
berbagai kebohongan dengan begitu ringannya, padahal saya sangat sadar saya itu
bohong, dan saya sangat tau bohong itu adalah dosa. Melalaikan ibadah pun
dengan begitu entengnya dilakukan.
Dan memang
nampaknya saat ini tanpa disadari banyak orang yang hidup layaknya zombie, kita
lihat betapa budaya gossip sekarang menjadi makanan sehari-hari, banyak wanita
muslim yang dengan biasa saja bahkan bangga mempertontonkan auratnya,
orang-orang melakukan korupsi sudah dengan terang-terangan, muda-mudi yang
dengan santainya dan tanpa risih sedikitpun mempertontonkan kemesraan dengan
kekasihnya yang jelas-jelas belum menjadi muhrimnya, ah tapi tak perlulah saya
melihat orang lain dulu, diri saya pun sehari-hari masih terus melakukan
maksiat dengan begitu santainya. Iri dengki, kesombongan, kebohongan,
keserakahan tanpa saya sadari telah saya pelihara sehingga tumbuh dengan
demikian besarnya.
Bila dihisab
nanti dihari dimana semua amal dipertanggung jawabkan, dan dimana seluruh tubuh
ini diminta persaksian, nampaknya saya akan termasuk kedalam golongan kiri,
saya tak mampu menjaga amanah jasad yang Tuhan titipkan pada saya, mata ini
setiap hari saya biarkan menikmati pemandangan yang seharusnya bukan hak saya
untuk memandangnya, telinga ini saya jejali dengan hal-hal yang bukan
seharusnya saya dengar, lisan ini tiada hentinya mengeluarkan kata-kata
kebohongan, kedengkian, kesombongan dan dosa-dosa lainnya. Tangan ini entah
berapa banyak dosa yag telah diperbuatnya, kaki ini entah telah berapa banyak
dilangkahkan menuju acara-acara bermaksiat ria, darah ini pun nampaknya telah
pekat dengan harta haram.
Celakanya saya
merasa biasa saja dengan semua itu, ibadahpun kulakukan tak membuat hatiku
menjadi lembut malah hatiku semakin keras membatu, tak jarang dengan sengaja
kupertontonkan ibadahku hanya untuk dilihat sebagai orang yang taat, bahkan
kebanyakan ibadahku kulakukan tanpa rasa lagi didalamnya, tak sedikit ibadahku
bukan benar-benar untuk-Nya tetapi justru untuk memaksa Dia memenuhi nafsu
duniaku.
Bukankah
kematian terburuk adalah matinya jiwa sedangkan raga ini masih hidup? Yah
selama ini ternyata saya telah hidup seperti zombie, semoga masih cukup
waktuku untuk kembali menghidupkan hati yang telah mati, semoga Allah
Sang Maha Rahiim berkehendak menganugerahkanku husnul khotimah, dan
memberikanku kesanggupan untuk kembali menghidupkan hatiku dan menggunakan
jasadku sesuai dengan aturan dan kehendak-Nya.
Pertapaan Aster
81
8 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar